Perjuangan menaklukkan “iklim” dan “cuaca” Hirosaki
Ilmu meteorologi merupakan hal yang baru
bagi saya dan saya terpacu untuk belajar lebih giat lagi dengan
coba-coba mencari kesempatan beasiswa di luar negeri. Di LAPAN kami
beberapa kali mengundang ahli-ahli sains atmosfer dan antariksa untuk
mengisi acara dalam berbagai seminar / kuliah umum dan kami sering
bekerja sama dengan RISH-Kyoto University. Nah, di kuliah inilah saya
pertama kali berkenalan dengan sensei saya. Dalam sebuah kuliah,
salah satu pakar yang diundang adalah (yang kemudian menjadi sensei /
pembimbing saya) Yasumasa Kodama, berasal dari Hirosaki University.
Jalan untuk mendapatkan beasiswa
tidaklah mudah. Berkali-kali menemui kegagalan saat mencoba
peruntungan dengan beasiswa Monbushodan beasiswa lainnya. Tapi
yang namnaya rejeki sih gak kemana. Meski gagal dalam Monbusho, di saat
yang sama ada secercah peluang untuk mendapatkan beasiswa lain dari
program “RISTEK karyasiswa”. Program ini diperuntukan kepada para PNS
di lembaga-lembaga nondepartemen atau lembaga di bawah
koordinasi Menristek, seperti LAPAN, LIPI, BATAN, dan BPPT. Beasiswa ini
termasuk sangat baru, karena baru dimulai tahun 2010 untuk jenjang S2
dan S3 di dalam negeri. Semenjak tahun 2011 beasiswa ini juga mendukung
studi S3 ke luar negeri. Beasiswa ini hanya mensyaratkan proposal
penelitian, tanda penerimaan dari calon pembimbung atau Letter of Acceptance (LoA) dan nilai TOEFL minimum 500, jadi bisa dibilang tidak terlalu sulit.
Saat saya melamar beasiswa ini, saya
cukup beruntung karena kuota pelamar beasiswa ini masih di bawah
kuota beasiswa yang direncanakan RISTEK. Alhamdulillah saya dapat lulus
persyaratan untuk mendapatkan beasiswa ini. Untuk ukuran studi di
Jepang, besar beasiswa ini memang sedikit di bawah nilai nominal
beasiswa Monbusho. Walaupun begitu, untuk hidup di kota dengan standar
hidup seperti Tokyo, beasiswa ini bisa dikatakan lebih dari cukup.
Sebelum dinyatakan lulus sebagai
mahasiswa S3 di universitas ini, saya harus melewati ujian masuk
berupa presentasi di depan para penguji (professor) dari berbagai bidang
keahlian. Materi yang dipresentasikan adalah topik riset yang dilakukan
sebelumnya (topik tesis S2) dan juga rencana studi S3. Ujian masuk ini
dilaksanakan hanya sebulan sebelum semester dimulai, yaitu pada bulan
Juli 2011. Alhamdulillah untuk ujian masuk ini, biaya kehidupan saya
juga didukung oleh program RISTEK karyasiswa lainnya yang bernama
“program pemagangan penelitian”. Di bawah program ini, peserta diberi
jatah 3 bulan untuk melakukan riset di luar negeri.
Karena tahun ini merupakan tahun pertama
penyelenggaraan program beasiswa ini, proses pendaftaran di universitas
harus dilakukan oleh kita sendiri. Namun kita tidak perlu cemas, karena
biasanya sensei sudah menyiapkan dan akan membantu kita dalam
pengurusan proses pendaftaran ke universitasnya. Biaya kuliah
di universitas negeri di Jepang umumnya sama. Saat pertama kali masuk,
kita harus membayar biaya ujian masuk sebesar 30.000 yen, biaya
pendaftaran sebesar 282.000 yen dan biaya per semester sebesar 267.900
yen. Semua biaya ini ditanggung sepenuhnya oleh beasiswa RISTEK
karyasiswa.
Kota yang sekarang saya tempati bernama
Hirosaki, yang bisa dibilang merupakan kota kecil, jadi biaya hidupnya
tidak semahal kota-kota besar Jepang seperti Tokyo. Biasanya perbedaan
yang mencolok adalah pada harga sewa apartemen (apato)-nya. Di kota ini
kita masih bisa mendapatkan apato ukuran 6 tatami dengan harga 19-20
ribu yen, yang lokasinya hanya 10-15 menit dari kampus (ditempuh
dengan jalan kaki). Untuk biaya hidup secara keselurahan “cukup”
menyediakan 80 ribu yen. Biaya ini dengan asumsi masak makanan sendiri
(tidak beli di kantin), pasang internet di apato dan di handphone,
dengan asumsi harga sewa apato 20-30 ribu. Saat musim dingin biayanya
sedikit membengkak karena harus membeli minyak bahan bakar untuk
penghangat ruangan (18 liter minyak ~ 1.500 yen). Pada musim
dingin (salju turun mulai akhir November) kota Hirosaki memiliki suhu
maksimum nol derajat dan selalu tertutup salju sepanjang hari.
Oh ya, di kampus saya tidak ada
kantin yang menjajakan makanan halal, jadi otomatis kita terpaksa
berhemat dengan masak sendiri (2.000 yen untuk seminggu jika bisa
menghemat). Komunitas muslim di sini memang sedikit, tapi kami menyewa
apato di dekat kampus untuk dijadikan musola sehingga kita bisa sholat
berjamaah lima waktu di sana. Setiap hari Jumat alhamdulillah kami tidak
pernah absen dari sholat Jumat meskipun hanya dihadiri oleh sekitar 10
orang. Jamaahnya terdiri dari muslim dari Indonesia, Malaysia,
Bangladesh, dan Pakistan. Bahkan waktu Idul Adha kami sempat melakukan
kurban kambing, tetapi tentunya tidak secara terang-terangan karena
penyembelihan hewan tanpa lisensi itu dilarang di Jepang. Persaudaraan
antarmuslim di sini begitu kental terasa meski kita berasal dari negara
dan bahasa yang berbeda-beda.
Soal kerja paruh waktu
(baito) sepertinya disini tidak terlalu populer karena kota ini tidak
terlalu ramai. Kalaupun ada, biasanya teman-teman saya melakukan baito
di pabrik apel. Jika mahir berbahasa Jepang mungkin bisa dapat baito
yang lebih tinggi honornya. Masih soal finansial, untuk mahasiswa yang
kesulitan keuangan, terdapat fasilitas keringanan uang kuliah
yang diberikan oleh universitas. Keringanan uang kuliah ini bisa
didapatkan namun besarannya bermacam-macam. Contoh kasus, mahasiswa asal
Bangladesh dibebaskan dari biaya pendaftaran dan biaya semester, dan
ada juga mahasiswa lain yang hanya membayar 50%.
Hirosaki adalah kota wisata,
dengan salah satu tempat wisatanya yang terkenal adalah Hirosaki Castle.
Di tiap musim juga selalu diadakan festival. Sebagai contoh, pada
pertengahan musim panas (2-7 Agustus) di kota ini sering diadakan
festival Nebuta. Nebuta adalah lentera ukuran raksasa yang dibuat dari
kerangka kayu berlapis washi yang umumnya berbentuk boneka pemeran
kabuki atau hewan. Nebuta diusung dengan kendaraan hias untuk berpawai
di jalan-jalan. Menurut saya, waktu yang paling menyenangkan di
Hirosaki adalah saat musim dingin ketika kita dengan mudah mendapatkan
akses untuk bermain ski dan snowboard yang lokasinya tidak jauh
dari pusat kota Hirosaki. Selain kota wisata, Hirosaki juga dikenal
sebagai kota penghasil apel terbesar di Jepang. Sekitar 20% apel di
Jepang berasal dari kota ini. Musim panas di Hirosaki pun tidak terlalu
panas seperti di kota lainnya, dengan suhu tertinggi sekitar
32-33 derajat celcius.
Demikian pengalaman singkat perjuangan
sejauh ini untuk untuk menaklukkan kota Hirosaki dan universitasnya.
Semoga para pembaca berkenan berkunjung ke kota ini. Khusus bagi para
pemburu beasiswa, satu tips penting dalam mencari sekolah dan dukungan
biaya hidup adalah agar jangan terlalu terpaku pada sekolah-sekolah dan
beasiswa top. Kadang kesempatan datang dari sekolah kecil yang
kualitasnya sama baiknya seperti sekolah dengan nama besar. Beasiswa pun
bisa diupayakan dari berbagai cara yang tidak kita duga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar